id Indonesian

Orang sering mempersepsikan galau sebagai hal yang negatif. Padahal kondisi galau itu tidak selamanya negatif, ada kondisi tertentu seseorang mengarahkan perasaan galaunya kepada hal-hal yang positif. Misalnya, rasa galau muncul saat prestasi seseorang menurun dan melihat prestasi temannya justru meningkat, sehingga membuat dirinya termotivasi kembali untuk mengalahkan prestasi temannya tersebut.
Hal itu diutarakan oleh seorang Psikolog, Ermilda, dalam Seminar dan Talkshow Metamorforself dengan tema “Menjadi Pemuda Tangguh di Era Galauisasi”, yang diselenggarakan Mahasiswa Ilmu Komunikasi USB YPKP kerjasama dengan Character Building Community (CBC), di Gedung Serbaguna USB YPKP, Rabu (12/3).
Ia melanjutkan, bahwa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak ditemukan kata galau, yang ada adalah kata cemas, gelisah, gundah gulana, dan sejenisnya. “Bentuk-bentuk emosi seperti itu memiliki kesamaan dengan kata galau, makanya saya memandang bahwa galau tidak hanya mengarah pada hal yang negatif saja, hal yang positif juga ada,” jelas Ermilda.
Menurut Ermilda, galau muncul pada pribadi seseorang dikarenakan kondisi emosi yang masih labil, terutama pada remaja awal dan remaja akhir. “Remaja awal itu adalah masa-masa pubertas, di saat seseorang mulai mengenal lawan jenisnya,” tuturnya. Adapun remaja akhir, lanjut Emilda, terjadi pada masa-masa seseorang sudah mengakhiri bangku SMA, biasa remaja akhir dituntut untuk melepaskan ketergantungannya pada orang tua.
Lepasnya ketergantungan pada orang tua, bagi Ermilda, akan memunculkan gejolak pada remaja akhir bila tidak dilatih sebelum-sebelumnya. Menurutnya, pada masa ini juga, seorang remaja akan berusaha menemukan identitas diri dan merasakan apa yang disebut dengan confuse identity. “Pada saat terjadi confuse identity, seseorang belum mengenal dirinya sendiri, ia belum tahu kelebihan serta kekurangan yang dimiliki. Untuk memecah kegalauan, ia harus bisa mengenal dirinya dan menemukan identitas diri,” papar Ermilda.
Ia menerangkan, terdapat tahapan untuk melewati kegalauan, diantaranya memiliki orientasi masa depan yang efektif dan mengenal identitas diri. Baginya, seorang remaja dan anak muda harus memiliki modeling hidup, atau memiliki orang yang ia kagumi untuk dicontoh dalam hidupnya. “Dalam mengenal identitas diri, jangan sampai kita tidak tahu apa kelebihan dan kelemahan kita. Sedangkan orang lain justru lebih tahu kelebihan dan kelemahan kita, sehingga kita akan lebih mudah dimanfaatkan oleh orang lain,” jelasnya.
Ermilda mengatakan, untuk menemukan identitas diri, salah satunya dengan cara mencari teman yang positif. “Jangan coba-coba menjadi manusia ikut-ikutan karena dengan seperti itu justru akan sulit menemukan identitas diri, harus memiliki prinsip hidup dan tahu nilai-nilai kehidupan” tegasnya.

Website Resmi Direktorat Kerjasama Universitas Sangga Buana YPKP Bandung
© Copyright 2021 - Direktorat SIM
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram